GAMBARAN UMUM KONDISI KAMPUNG SANGGA BUANA
I. SEJARAH KAMPUNG
Seiring dengan Program Pemerintah
yaitu Program Percepatan Pembangunan Berjangka pada saat itu, kemudian
dilakukan pemerataan penyebaran jumlah prnduduk melalui program transmigrasi, maka Lampung adalah salah satu
Provinsi yang termasuk ke dalam wilayah program tujuan Transmigrasi.
Program Transmigrasi dilakukan dengan
tujuan agar pembangunan lebih cepat merata, baik sektor pertanian, peternakan,
perkebunan, perikanan, dan infrastruktur. Dengan tidak sebandingnya jumlah
penduduk di pulau Jawa dan pulai Bali dibandingkan dengan pulau-pulau besar di
luar pulau Jawa dan pulau Bali yang relatif sangat jarang penduduknya, makan
program transmigrasi adalah program yang paling tepat.
Dampak terhadap program transmigrasi
adalah terbentuknya wilayah-wilayah pemukiman yang baru dengan otonomi bertahap
salah satunya adalah Kampung Sangga
Buana.
Desa, Kampung, Pekon, ataupun apapun
sebutannya adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah,
yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan hak asal usul, adat istiadat dan sosial budaya, sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI.
A.
SEJARAH
BERDIRINYA KAMPUNG SANGGA BUANA
Sekitar pada tahun 1959 wilayah
Sangga Buana dibuka oleh jawatan transmigrasi, namun pada waktu itu baru
merupakan jalan-jalan dan pemetaan denah lokasi desa, kemudian dalam kurun
waktu lima tahun lokasi tersebut masih berupa hutan belantara dan belum ada
aktivitas sebagaimana layaknya sebuah kampung, serta belum ditempati oleh
masyarakat.
Kemudian diawal tahun 1964, tepatnya
pada tanggal 15 Januari 1964 (angkatan ke-8), oleh pemerintah melalui jawatan
transmigrasi, ditempatkan atau didatangkan rombongan transmigrasi dari Bali, akibat bencana letusan Gunung Agung,
kemudian tanggal 18 Januari 1964 rombongn tiba di Pelabuhan Panjang, setelah
beristirahat selama lima hari, perjalanan dilanjutkan ke Metro, dan di sana
istirahat selama satu hari, kemudian perjalanan dilanjutkan ke Kampung
Penampungan di Kecamatan Rumbia (Bedeng Penampungan) dan sampai di Bedeng
Penampungan pada tanggal 24 Januari 1964.
Lokasi yang dijdikan penempatan warga Bali sebagai
transmigran pada saat itu masih berupa hutan belantara dan belum disiapkan perumahan.
Kedatangan rombongan di bagi menjadi dua tahap yakni:
Tahap I :
Jumlah rombongan 121 KK dengan ketua rombongan Nengah Sukarya.
Tahap II :
Jumlah rombongan 244 KK dengan ketua rombongan I Wayan Laba.
Setelah rombongan kedua datang dan
sistem pemerintahan sudah mulai dijalankan yaitu pada tanggal 5 Januari 1965,
maka pada saat itu semua rombongan dalam sementara waktu sudah diberikan
fasilitas berupa perumahan sederhana, bahan makanan dan keperluan lain dibantu
oleh pemerintah melalui jawatan transmigrasi, selanjutnya dibagikan jatah
tempat tinggal dan tanah garapan sesuai pemetaan serta peta yang diberikan oleh
jawatan transmigrasi.
Selang waktu kemudian oleh jawatan
transmigrasi diberikan hak otonomi untuk membentuk rumah tangga Kampung, lalu membentuk
Kepala Kampung yang pertama kali, yaitu Bapak I Wayan Laba. Setelah Kepala
Kampung terbentuk, maka kemudian dibentuk kepala bagian yang selanjutnya
disebut dengan kepala dusun.
Setelah pemerintahan dan kepala kampung terbentuk, lalu kepala
kampung membagi kepala bagian atau kepala dusun untuk mempelajari peta wilayah
yang diberikan pada saat itu, dengan
luas wilayah 1.291 Ha. Dengan batas-batas sebagai berikut:
- Sebelah utara berbatasan dengan
alam atau sungai Way Seputih.
- Sebelah timurberbatasan dengan
Rekso Binangun Kecamatan Rumbia.
- Sebelah selatan berbatasan dengan
Swastika Buana (SB 13).
- Sebelah barat berbatasan dengan Sri
Busono (SB 10).
Sebelum kedatangan warga transmigrasi
dari Bali, di Sangga Buana pada saat itu sudah ada beberapa penduduk etnis
jawa, kedatangan penduduk etnis Jawa di Kampung yang saat ini bernama Sangga
Buana adalah penduduk sekitar Kampung Sangga Buana yang kemudian membuka lahan
garapan serta tempat tinggal sampai masuk ke wilayah Sangga Buana (Kampung Lama),
oleh karena kebijakan Pemerintah dalam hal ini Jawatan Transmigrasi dan
Pimpinan Kampung pada saat itu dan lahan masih mencukupi, maka warga tersebut
diperbolehkan tetap dan menjadi warga Kampung Sangga Buana.
B.
ASAL USUL
NAMA SANGGA BUANA
Nama Sangga Buana diambil dari
singkatan SB yang pada saat itu pleh masing-masing rombongan bali memberi nama,
salah satunya adalah Sangga Buana. Sedangkan angka 12 pada nomor SB 12 adalah
pemberian oleh jawatan transmigrasi pada saat itu, yang merupakan salah satu
nomor dari 17 Kampung yang ada di Kecamatan Pembantu Seputih Banyak.
Sangga Buana diambil dari inisial SB,
dan arti dari Sangga Buana adalah:
Sangga :
menopang/menyangga/menjaga
Buana :
bumi/alam
Arti Sangga Buana secara luas adalah menjaga keutuhan alam.
BAB II
A.
SISTEM PEMERINTAHAN
Kampung Sangga Buana adalah kampung yang dibuka oleh pemerintah melalui
jawatan Transmigrasi yang diperuntukkan bagi rombongan transmigrasi dari Bali
tahun 1964 dengan jumlah 365 KK. Saat itu pula dibentuk pemerintahan Kampung,
lalu Kepala Kampung terbentuk, carik , serta empat bayan. Guna memperlancar
roda pemerintahan kampung, ketertiban lingkungan dan mempermudah pelayanan
terhadap masyarakat.
Namun mengingat masih adanya lahan kosong Kepala Kampung dan Jawatan
Transmigrasi, mengambil kebijakan dimasukkanlah transmigrasi lokal.
Pemerintahan
Kampung Sangga Buana :
Kepala Kampung : Wayan Laba
Carik : Wayan Rudat
Bayan I : Suwardi
Bayan II : Ketut Suweden
Bayan III : Pan Suwiji
Bayan IV : Wayan Mandri
Jumlah
penduduk Sangga Buana pada saat itu berjumlah 365 warga transmigrasi dan 40
warga sekitar 405 KK dengan jumlah jiwa 1095 jiwa.
B. STRUKTUR
ORGANISASI
Dalam
menjalankan roda pemerintahan Desa, Kepala Kampung dibantu oleh empat Kepala
Dusun, empat Rukun Warga, dan dua belas RT. Yng terdiri dari :
1. Dusun Tanjung Sari
2. Dusun Wono Sari
3. Dusun Tirta Sari
4. Dusun Bumi Sari
Selain lembaga Pemerintahan Desa,
dibentuk juga Lembaga Permusyawarahan Desa yang kemudian disingkat menjadi LMD,
didalam menjalankan roda Pemerintahan Desa, Kepala Kampung bersama-sama dengan
Lembaga Permusyawarahan Desa (LMD) yang notabene adalah perwakilan masyarakat
dan penyalur aspirasi masyarakat. Lembaga Permusyawarahan Desa (LMD) adalah
lembaga sebagai mitra kerja Pemerintahan Kampung, dan bersifat koordinatif
dengan lembaga kampung. Selain berfungsi sebagai penyalur aspirasi masyarakat,
LMD juga bersama-sama dengan aparatur kampung menyusun rencana kerja, rencana
pembangunan desa, rencana pembangunan, dan Rencana Anggaran dan Belanja Kampung
(RAPBK). LMD melakukan fungsi dan tugasnya yaitu melakukan sidang paling
sedikit 1 (satu) kali dalam satu tahun, yaitu sidangmenentukan Anggaran
Pendapatan dan Penggeluaran Keuangan Desa (APPPKD) yang terdiri dari Anggaran
Rutin dan Anggaran Pembangunan selama 1 (satu) tahun.
C. KEPALA
KAMPUNG SANGGA BUANA
Tabel-1. Sejarah Pemerintahan Kampung
NAMA – NAMA DEMANG / LURAH / KEPALA
KAMPUNG
SEBELUM DAN SESUDAH BERDIRINYA KAMPUNG
SANGGA BUANA
No |
Periode |
Nama
Kepala Kampung |
Keterangan |
1 |
1964-1968 |
I WAYAN LABA |
Ka. Kampung Pertama |
2 |
1968-1973 |
SAMSUDI |
Ka. Kampung Kedua |
3 |
1990-1992 |
WAKIDI |
Ka. Kampung Ketiga |
4 |
1990-1992 |
WAKIDI |
Ka. Kampung Keempat |
5 |
1994-1999 |
I WAYAN MANDAR |
Ka. Kampung Kelima |
6 |
1999 - 2001 |
SARJONO |
Ka. Kampung Keenam |
7 |
2001-2003 |
SUWARNO |
PJS Ka.
Kampung |
8 |
2003-2006 |
KETUT MUDIANA |
PJS Ka.
Kampung |
9 |
2007 - 2013 |
NYOMAN BUDIONO |
Ka. Kampung Ketuju |
10 |
2013 - 2019 |
NYOMAN BUDIONO |
Ka. Kampung Kedelapan |
11 |
2020 - 2025 |
SARJONO |
Ka. Kampung Kesembilan |
BAB III
KEPENDUDUKAN
Jumlah penduduk Kampung Sangga Buana tahun 2008-2009
berjumlah 474 Kepala Keluarga, dengan jumlah 1.894 jiwa.
A.
POTENSI DESA/SUMBER KEKAYAAN
Potensi Kampung Sangga Buana
meliputi:
1. PERTANIAN
Penduduk Kampung Sangga Buana
mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, terutama lahan kering berupa
ladang. Lahan basah berupa persawahan dengan sistem irigasi setengah teknis.
Hasil utama pertanian berupa
ubi kayu, kacang-kacangan, padi, jagung dll.
2. PERKEBUNAN
Lahan kering ditanami ubi
kayu dan sebagian ditanami karet dan kelapa.
3. PENDIDIKAN
Dibidang pendidikan, Kampung
Sangga Buana termasuk masih kekurangan sarana pendidikan. Saat ini sarana
pendidikan yang ada hanya berupa 1 unit SD dan satu unit Taman Kanak-Kanak
(TK), sehingga banyak anak-anak bersekolah di Kampung lain.
4. PETERNAKAN
Peternakan di Kampung Sangga
Buana merupakan peternakan yang bersifat sederhana dan hanya sebagai pekerjaan
sampingan. Jenis ternak yang diusahakan berupa sapi, kambing, ayam, itik, dan
babi.
5. PERIKANAN
Dibidang perikanan, sudah ada
beberapa masyarakat memelihara ikan dalam kolam dengan pola semi intensif dan
berhasil dengan baik, diantaranya ikan lele, ikan patin, ikan air tawar
lainnya.
Sangga Buana, 23 November 2020
KEPALA
KAMPUNG
SARJONO